Tuesday, December 2, 2014

MAKALAH MITOS NASI TUMPENG DI PULAU JAWA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Budaya
Dosen Pengampu : Drs. Agus Yuwono, M.Si., M.Pd.

Disusun Oleh:
Lasmiyati
2601413048
Rombel  002

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
i


KATA PENGANTAR
 Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia Nya, penulis dapat menyelesaika makalah yang berjudul “ MITOS NASI TUMPENG DI PULAU JAWA “
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kulia Pengantar Ilmu    Budaya
            Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis  menyampaikan terimakasih kepada.
1.      Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia Nya
2.        Bapak Drs. Agus Yuwono, M.Si., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Budaya
3.      Orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan.
4.      Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
 Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga makalah ini sesuai dengan yang diharapkan,dapat  bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
Semarang, 31 Desember 2013

   Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................1-6
B.     Rumusan Masalah....................................................................6
C.     TUJUAN..................................................................................7
D.    MANFAAT..............................................................................7
BAB II PEMBAHASAN
1.      Sejarah dari Mitos Nasi Tumpeng...................................8-9
2.      Makna Simbolis dari Mitos Nasi Tumpeng.....................9-13
3.      Jenis-jenis tumpeng..........................................................14-15
BAB III PENUTUP
               A.     Kesimpulan.................................................................................16
   B.      Saran...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA




iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR  BELAKANG
Mitos dalam pandangan Levi-Strauss berbeda dengan mitos menurut pandangan ahli antropologi pada umumnya . Mitos dalam pandangan Levi-Strauss tidak beda dengan  sejarah atau kenyataan, karena sesuatu yang oleh masyarakat tertentu dianggap benar-benar terjadi sesuai kenyataan, sebenarnya hanya dongeng yang tidak masuk akal. Dengan demikian mitos menurut Levi-Strauss adalah dongeng.
Berpijak bahwa mitos dalam pengertian strukturalisme Levi-Strauss adalah berbeda dengan mitos dalam kajian mitologi. Dongeng sebagai mitos dalam konteks Levi-Strauss mengandung pengertian sebuah cerita yang lahir  dari imajinasi manusia berupa cermin dari kehidupan sehari-hari. Karena bersifat imajinasi maka dongeng merupakan ekspresi bebas manusia sehingga yang terjadi adalah cerita yang tidak masuk akal. Kadang-kadang dongeng-dongeng tersebut disetiap daerah selalu muncul  kesamaan. Permasalahan seperti ini oleh Levi-Strauss bukan suatu kebetulan semata. Jika ahli antropologi lain menggunakan perspektif fungsional-stuktural untuk menganalisis mitos,  maka lain halnya Levi-Strauss yang menganalis mitos dengan menggunakan model-model dari linguistic.




                                                             1
 Pemilihan model-model ini didasarkan terutama pada persamaan-persamaan yang tampak antara mitos dan bahasa.                 Persamaan mitos dan bahasa yang dilihat oleh Levi-Strauss adalah:
1.      Bahasa adalah sebuah media, alat atau sarana untuk komunikasi, untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
2.       Begitu juga mitos, yang disampaikan melalui bahasa dan mengandung pesan-pesan.
 Mengikuti pandangan Saussure bahwa bahasa mempunyai dua aspek yaitu parole dan langue. Levi-Strauss juga menganggap bahwa mitos juga mempunyai dua aspek tersebut.
Bahasa sebagai suatu” langue” berada dalam waktu yang terbalik, karena dia terlepas dari perangkap waktu yang diakronis, tapi bahasa sebagai” parole” tidak dapat terlepas dari perangkap waktu ini, sehingga “parole “oleh Levi-Strauss dianggap berada dalam waktu yang tidak dapat berbalik. Jika “parole “sebagai salah satu aspek dari bahasa tidak dapat terlepas dari perangkap waktu terbalik. Pola-pola dalam mitos menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, pola tersebut seperti pendapat Levi-Strauss (1963:209).             







                               2        
              Masyarakat Jawa juga memiliki ikatan yang erat dengan alam. Itu juga sebabnya mereka sangat memperhatikan kejadian-kejadian alam sekitar sebagai pertanda bagi kejadian-kejadian lain.
     Sebenarnya hal itu bermula dari ilmu “titen”yaitu ilmu mendeteksi suatu kejadian yang konstan, terjadi terus-menerus dan berkaitan dengan kejadian lain yang juga konstan berlangsung dalam kondisi yang sama atau serupa
 Selain itu masyarakat pintar  meyimbolkan segala sesuatu, seperti halnya sego gunung atau lelabuhan merapi dan lain-lain, mengkait-kaitkan kejadian satu dengan kejadian yang lain, pintar membuat cerita-cerita yang akhirnya hingga saat ini banyak mitos yang berkembang di tanah Jawa. Salah satu mitos yang dikenal masyarakat Jawa yaitu Nasi Tumpeng.
Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya  dalam bentuk kerucut , karena itu disebut pula “nasi tumpeng'”. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini dalam khas Jawa atau masyarakat keturunan Jawa biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini  .Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisanng.  Masyarakat Jawa  memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting.  Meskipun demikian hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng.



                         3
Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi.  Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam arwah leluhur (nenek moyang) dan dewa-dewa.
 Nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa sukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya.
        Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.
 Dalam kenduri, sukuran, atau selametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan diantara orang-orang yang hadir.  Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut.
Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan. Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai “tumpengan”. Di  Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi “tumpengan” pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Jenis- jenis Nasi Tumpeng beserta maknanya sebagai berikut:


                                       4

                       a. Tumpeng Nujuh Bulan
     Tumpeng ini untuk sukuran kehamilan di usia tujuh bulan.       Diatas tampah yang dialasi dengan daun, Tupeng nasi putih diletakkan di tengah dan dikelilingi oleh enam Tupeng kecil-kecil.Selain nasi telor rebus, sayuran dan lauk yang lain menyertai.
                        b. Tumpeng Robyong
Tumpeng ini biasanya untuk upacara siraman pada perkawinan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan dalam bakul dengan aneka sayuran. Bagian puncak diberi telur ayam, bawang merah, terasi, dan cabai. Di dalam bakul, selain nasi terdapat juga urap, ikan asin, dan telur ayam rebus.
c.       Tumpeng Nasi Kuning
Isinya tak beda jauh dengan ketentuan Tumpeng pada umumnya, tetapi biasanya ditambahkan perkedel, kering-keringan, abon, irisan ketimun, dan dadar rawis. Warna kuning mengandung arti kekayaan dan moral yang luhur, oleh karenanya Tumpeng ini biasa digunakan untuk acara  kebahagiaan seperti kelahiran, ulang tahun, khitanan, pertunangan, perkawinan, syukuran dan upacara tolak bala.
d.      Tumpeng Pungkur
        Tumpeng ini ada dalam upacara kematian pria atau wanita         lajang/belum menikah, saat jenasah akan diberangkatkan. Isinya hanya nasi putih yang dihias sayuran di sekeliling tubuh tumpeng. Tumpeng kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.




                                                 5

e.       Tumpeng Putih
       Tumpeng putih biasanya untuk acara sakral karena warna putih        melambangkan kesucian, tapi juga tidak berbeda jauh dengan tumpeng kuning sebab sebetulnya tumpeng kuning merupakan modifikasi dari tumpeng putih. Cuma saja, biasanya tumpeng putih tidak memakai ayam goreng, tetapi ayam ingkung yang kadang disertai bumbu areh. Tumpeng putih juga memakai tahu, tempe bacem, dan ikan asin.
                   f. Tumpeng Seremonial atau Tumpeng Modifikasi
          Tumpeng ini bisa dibilang ‘Tumpeng suka-suka’, karena untuk   tumpeng yang ini tidak memperhatikan arti filosofi yang terkandung dalam tumpeng. Biasanya tumpeng ini menggunakan nasi kuning, nasi goreng dan nasi warna yang lain. Untuk lauk pauknya menurut selera kita sendiri. Tumpeng ini biasa dibuat sebagai sajian kuliner.

B.     RUMUSAN  MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut.
                      1.  Bagaimana Sejarah dari Mitos Nasi Tumpeng?
              2.  Apa makna Simbolis dari Mitos Nasi Tumpeng yang terdiri
dari:
         a. Makna bentuk Nasi Tumpeng
                b. Makna dibalik warna Nasi Tumpeng
                   c. Makna Simbolik Komponen dalam Sayuran
                d. Makna Lauk Pauk
                  3. Apa saja Jenis Nasi Tumpeng?



                                                    6                                                                                                                                                     
             C. TUJUAN
                    Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini  untuk mengetahui.
    1. Mengetahui Sejarah dari Mitos Nasi Tumpeng
    2. Mengetahui Makna dan Simbol dari Mitos Nasi Tumpeng
    3. Mengetahui jenis Nasi Tumpeng
              D. MANFAAT
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi.
1. Penulis,  sebagai acuan untuk penyusunan makalah    berikutnya dan mendapat pemahaman mengenai mitos yang dikenal dimasyarakat Jawa yaitu Nasi Tumpeng.
 2. Pembaca, sebagai media pengetahuan mengenai mitos yang   dikenal dimasayrakat Jawa yaitu Nasi Tumpeng.

















                                            7

                                                        BAB II
PEMBAHASAN
1.      Sejarah dari  Mitos Nasi Tumpeng
Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut , karena itu disebut pula “nasi tumpeng'”. Olahan nasi yang dipakai umumnya berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini dalam khas Jawa atau masyarakat keturunan Jawa biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisanng. Masyarakat Jawa  memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting. Meskipun demikian hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng.
 Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam arwah leluhur (nenek moyang) dan dewa-dewa. Nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa sukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.



                                                                8
         Dalam kenduri, sukuran, atau selametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, kebersamaan dan kerukunan paling dimuliakan, atau yang paling dituakan diantara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan. Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai “tumpengan”. Di  Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi “tumpengan” pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.
2. Makna Simbolis dari Mitos Nasi Tumpeng
2.1.  Makna Bentuk Nasi Tumpeng
Nasi berbentuk gunungan atau kerucut itu sarat akan makna, lebih-lebih makna spiritual. Gunung dalam banyak tradisi dan kepercayaan, termasuk Jawa, sering diidentikkan sebagai tempat yang maha tinggi, tempat penguasa alam bertahta, dan tempat kemuliaan Allah. Sudah sejak lama kepercayaan ini muncul, misalnya; gunung Sinai, gunung Tabor, Pusuk Buhit, gunung Merapi, dan sebagainya. Asal-muasal bentuk tumpeng ini ada dalam mitologi Hindu dalam Epos (cerita) Mahabarata.



 
                  
                         9                        
 Meski kini mayoritas orang Jawa adalah muslim atau islam, namun masih banyak tradisi masyarakat yang berpijak pada akar-akar agama Hindu, sebab Hindu lebih dulu masuk ke wilayah Jawa, baru agama-agama lain kemudian.
                                                Dalam refleksi selanjutnya, bagi orang Jawa, gunung merupakan tempat yang sakral karena diyakini memiliki kaitan yang erat dengan langit dan surga. Bentuk tumpeng yang seperti gunung dalam tradisi Jawa memiliki makna mau menempatkan Allah pada posisi puncak, tertinggi, yang menguasai alam dan manusia. Bentuk ini juga mau menggambarkan bahwa Allah itu awal dan akhir, orang Jawa biasa menyebut-Nya dengan Sang Sangkan Paraning Dumadi artinya bahwa Allah adalah asal segala ciptaan dan tujuan akhir dari segala ciptaan. Tumpeng yang digunakan sebagai simbolisasi dari sifat alam dan manusia yang berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Bentuk  tumpeng juga seperti tangan terkatup, sama seperti saat seseorang menyemba.       Hal ini juga menggambarkan bahwa Allah patut disembah dan dimuliakan. Bentuk menggunung nasi tumpeng juga dipercaya mengandung harapan agar hidup kita semakin naik dan beroleh kesejahteraan yang tinggi.
                                           Dalam tradisi selametan orang Jawa, puncak acara adalah pemotongan bagian atas dari nasi tumpeng. Pemotongan ini biasanya dilakukan oleh orang yang paling dituakan atau dihormati. Hal ini mau mengatakan bahwa masyarakat Jawa masih memegang teguh nilai-nilai kekeluargaan dan memandang orang tua sebagai figur yang sangat dihormati.



                                                          10
                          Sesanti (pepatah) Jawa mengatakan “Mikul dhuwur mendhem jero”. Mikul dhuwur artinya memikul setingi-tingginya dan mendhem jero artinya menanam dalam-dalam .Arti pepatah ini adalah menghormati orang tua setinggi-tingginya dan menghargai sebaik-baiknya atau menghargai sedalam-dalamnya terhadap orang lain.
              Setelah itu, nasi tumpeng disantap bersama-sama. Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa sukur kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan. Ada sesanti (pepatah) yang tidak asing bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul (makan tidak makan yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekurangan yang penting tetap berkumpul dengan sanak saudara. Pengertian sesanti tersebut yang seharusnya adalah mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan orang tua terhadap anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Di mana pun orang berada, meski harus merantau, haruslah tetap mengingat kepada keluarganya dan menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudaranya.
2.2. Makna Dibalik Warna Tumpeng
Selain dari bentuk, kita juga bisa melihat makna tumpeng dibalik warna nasi tumpeng. Ada dua warna dominan nasi tumpeng yaitu putih dan kuning. Bila kita kembali pada pengaruh ajaran Hindu yang masih sangat kental di Jawa, warna putih diasosiasikan dengan Indra, Dewa Matahari. Matahari adalah sumber kehidupan yang cahayanya berwarna putih. Selain itu warna putih di banyak agama melambangkan kesucian. Warna kuning seperti emas melambangkan rezeki, kelimpahan, kemakmuran.



                                          11
2.3. Makna Simbolik Kompnen dalam Tumpeng Sayuran
Sayuran merupakan jenis menu yang umum dipilih yang dapat mewakili tumbuhan darat. Jenis sayurnya tidak dipilih begitu saja karena tiap sayur juga mengandung perlambang tertentu. Sayuran yang umum ada adalah:
a.Urap                       
                   Urap merupakan kelapa parut yang dibumbui untuk campuran    sayur-sayuran yang direbus. Kata urap senada dengan urip atau hidup, artinya mampu menghidupi  atau mampu menafkahi keluarga. Urip berarti juga sumber kehidupan. Sayuran merupakan pralambang dari alam semesta yang memberi kehidupan bagi manusia
b. Kangkung
Sayur ini bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada manusia semoga sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun, teguh, ulet dan pantang menyerah. Kangkung sama dengan jinangkung (terwujud/tercapai) yang berarti mengandung harapan agar apa yang menjadi cira-cita bisa tercapai.
c.    Bayam 
Bayam mempunyai warna hijau muda yang menyejukkan dan bentuk daunnya sederhana tidak banyak lekukan. Sayur ini melambangkan kehidupan yang ayem tenterem (aman dan damai), tidak banyak konflik seperti sederhananya bentuk daun dan sejuknya warna hijau pada sayur bayam.
d.   Kacang Panjang
                 Kacang panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar manusia hendaknya selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Selain itu kacang panjang juga melambangkan umur panjang.

                                                        12
2.4.Lauk-Pauk
a. Ikan Lele
Ikan Lele dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele. Ikan lele merupakan jenis ikan yang tahan hidup di air yang tidak mengalir. Ikan ini juga senantiasa hidup di dasar sungai. Makna yang terkandung dalam ikan lele adalah simbol ketabahan, keuletan dalam hidup, kerendahan hati, dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah sekalipun, juga hendaknya tidak sungkan meniti karier dari bawah.
b. Ikan Teri
                    Jenis ikan ini hidup di laut dan selalu hidup bergerombol. Ikan teri dimaksudkan sebagai simbol kebersamaan dan simbol kerukuan. Biasanya dalam sajian nasi tumpeng ikan ini digoreng dengan tepung, dibuat seperti rempeyek. Ikan bergeombol dan tidak terpisah-pisah.
c. Telur 
Telur direbus dan biasanya disajikan utuh bersama kulitnya, tidak dipotong  sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut  melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan.Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan,dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan   Tuhan dengan derajat yang sama, yang membedakan hanyalah sifat dan tingkah lakunya.




                                 13
3Jenis-Jenis Tumpeng
    a.Tumpeng Nujuh Bulan
Tumpeng ini untuk sukuran kehamilan di usia tujuh bulan. Diatas tampah yang dialasi dengan daun, Tupeng nasi putih diletakkan di tengah dan dikelilingi oleh enam Tupeng kecil-kecil.Selain nasi telor rebus, sayuran dan lauk yang lain menyertai.
    b.Tumpeng Robyong
    Tumpeng ini biasanya untuk upacara siraman pada perkawinan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan dalam bakul dengan aneka sayuran. Bagian puncak diberi telur ayam, bawang merah, terasi, dan cabai. Di dalam bakul, selain nasi terdapat juga urap, ikan asin, dan telur ayam rebus.
     c.Tumpeng Nasi Kuning
Isinya tak beda jauh dengan ketentuan Tumpeng pada umumnya, tetapi biasanya ditambahkan perkedel, kering-keringan, abon, irisan ketimun, dan dadar rawis. Warna kuning mengandung arti kekayaan dan moral yang luhur, oleh karenanya Tumpeng ini biasa digunakan untuk acara kebahagiaan seperti kelahiran, ulang tahun, khitanan, pertunangan, perkawinan, syukuran dan upacara tolak bala.
    d.Tumpeng Pungkur
     Tumpeng ini ada dalam upacara kematian pria atau wanita lajang/belum menikah, saat jenasah akan diberangkatkan. Isinya hanya nasi putih yang dihias sayuran di sekeliling tubuh tumpeng. Tumpeng kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.




                                             14
     e.Tumpeng Putih
     Tumpeng putih biasanya untuk acara sakral karena warna putih melambangkan kesucian, tapi juga tidak berbeda jauh dengan tumpeng kuning sebab sebetulnya tumpeng kuning merupakan modifikasi dari tumpeng putih. Cuma saja, biasanya tumpeng putih tidak memakai ayam goreng, tetapi ayam ingkung yang kadang disertai bumbu areh. Tumpeng putih juga memakai tahu, tempe bacem, dan ikan asin.
f.       Tumpeng Seremonial atau Tumpeng Modifikasi
    Tumpeng ini bisa dibilang ‘Tumpeng suka-suka’, karena untuk tumpeng yang ini tidak memperhatikan arti filosofi yang terkandung dalam tumpeng. Biasanya tumpeng ini menggunakan nasi kuning, nasi goreng dan nasi warna yang lain. Untuk lauk pauknya menurut selera kita sendiri. Tumeng ini biasa dibuat sebagai sajian kuliner.















15
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mitos adalah sebuah dongeng yang mengandung sebuah cerita dari imajinasi manusia dalam kehidupan sehari-hari dan sebuah cerita yang tidak masuk akal. Mitos juga mengandung bahasa dan pesan-pesan tertentu.  Sebenarnya mitos bermula dari ilmu “titen”, yaitu ilmu mendeteksi suatu kejadian yang konstan, terjadi terus-menerus dan berkaitan dengan kejadian lain yang juga konstan berlangsung dalam kondisi yang sama atau serupa.
Masyarakat Jawa memiliki ikatan yang erat dengan alam. Itu juga sebabnya mereka sangat memperhatikan kejadian-kejadian alam sekitar sebagai pertanda bagi kejadian-kejadian lain. Selain itu masyarakat pintar meyimbolkan segala sesuatu, mengkait-kaitkan kejadian satu dengan kejadian yang lain, pintar membuat cerita-cerita yang akhirnya hingga saat ini banyak mitos yang berkembang di tanah Jawa salah satunya yaitu Nasi Tumpeng.
B.     Saran
Jangan menganggap mitos sebagai suatu hal yang sakral yang menyebabkan pada suatu yang sirik, boleh percaya hanya sebagai pengingat atau pencegah dari hal-hal yang tidak baik. Karena tidak semua mitos itu membawa hal yang buruk. Karena semuanya harus kita kembalikan pada Allah SWT.





    
16
DAFTAR PUSTAKA

                       [Dari Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas]

            Drs. Yan Mujianto, dkk, 2010, Pengantar Ilmu Budaya. Yogyakarta: Pelangi Publishing                       




3 comments:

  1. Tumpeng memiliki simbol dan arti yang dalam. Baik digunakan untuk acara pribadi maupun resmi.
    Jika mau nambah informasi atau pemesanan bisa ke
    http://tokokuejakarta.weebly.com/about.html

    ReplyDelete
  2. Tumpeng memiliki simbol dan arti yang dalam. Baik digunakan untuk acara pribadi maupun resmi.
    Jika mau nambah informasi atau pemesanan bisa ke
    http://tokokuejakarta.weebly.com/about.html

    ReplyDelete